Selamat Datang di Blog's OMBAK
Media Komunikasi dan Informasi Mahasiswa

Keamanan Maritim, Keuntungan Politik dan Bisnis

Keamanan Maritim, Keuntungan Politik dan Bisnis


Sulit untuk dibantah bahwa globalisasi dimulai dari laut. Bangsa-bangsa di dunia dari beragam peradaban di masa lalu berinteraksi lewat laut. Interaksi itulah yang merupakan cikal bakal dari globalisasi masa kini. Dalam era globalisasi, ancaman terhadap keamanan maritim merupakan ancaman terhadap globalisasi karena lebih dari 90 persen perniagaan dunia menggunakan moda transportasi laut. Oleh karena itu, dapat dipahami bila masyarakat internasional saat ini sangat khawatir dengan situasi keamanan maritim di perairan Somalia. Pembajakan kapal super tanker MV Sirius Star bertonase 320.000 ton yang bermuatan minyak mentah pada 16 November 2008 sekitar 400 km dari pantai Somalia menunjukkan hal itu merupakan ancaman terhadap perniagaan dunia dan sekaligus stabilitas kawasan. Kasus MV Sirius terjadi saat kasus MV Faina yang bermuatan tank T-72 asal Rusia dengan tujuan Kenya yang dibajak pada awal Oktober 2008 belum dapat diselesaikan. Menyangkut keamanan maritim di perairan Somalia, DK PBB telah menerbitkan resolusi No.1816 pada 2 Juni 2008. Resolusi itu “mendorong” negara-negara lain, khususnya yang memiliki kepentingan dengan rute maritim komersial di lepas pantai Somalia, untuk meningkatkan dan mengkoordinasikan upaya-upaya untuk menangkal perompakan dan pembajakan bersenjata melalui kerjasama dengan Pemerintahan Transisi Federal Somalia. Resolusi itu kemudian diperkuat dengan resolusi DK PBB No.1838 pada 7 Oktober 2008 yang kembali meminta negara-negara berkepentingan untuk menindas pembajakan di perairan Somalia. Perairan Somalia merupakan wilayah tanggung jawab Armada Kelima AS. Selain kapal perang Armada Kelima, di sana kini hadir pula kapal perang dari negara-negara Eropa melalui European Maritime Force (EUROMARFOR), Prancis, Rusia dan India. Kehadiran mereka di sana adalah untuk menindas pembajakan, dalam bentuk melakukan pengawalan terhadap kapal-kapal niaga. Selain itu, hadir pula Blackwater Inc, sebuah perusahaan keamanan AS yang telah malang melintang di Afghanistan dan Irak. Perusahaan itu memberikan jasa pengawalan kapal niaga di sana dan kegiatan itu direstui oleh para pejabat AS di Washington.

Sikap Amerika Serikat
Pertanyaannya kemudian, mengapa sampai kini perairan Somalia justru makin terancam keamanannya? Tentu banyak kalangan sulit menalar mengapa pembajakan masih terjadi di depan mata Armada Kelima AS yang sangat superior, baik dari segi daya tembak, mobilitas, pengindaraan maupun C4ISR (komando, kendali, komunikasi, komputer, intelijen, pengamatan dan pengintaian). Berdiskusi tentang keamanan maritim, seperti yang dilakukan di Harian Umum Sinar Harapan Kamis 20 November lalu, tidak bisa lepas dari bicara politik dan ekonomi/bisnis. Aspek politik menyangkut kepentingan pihak-pihak yang terkait, baik aktor negara maupun non negara. Dalam kasus Somalia, masa-lah internal Somalia berakar pada isu pertarungan antar-suku untuk menduduki kekuasaan. Meskipun PBB dan Barat telah memberikan asistensi kepada Pemerintahan Transisi Federal Somalia, nyatanya pemerintahan itu nyaris tidak mempunyai kekuatan untuk menegakkan otoritasnya ke seluruh wilayah Somalia.
Konflik internal Somalia disinyalir kuat telah mendorong kelompok teroris Al Qaidah untuk membangun basisnya di negeri itu. Kehadiran jaringan tersebut jelas mengkhawatirkan Amerika Serikat, apalagi secara geografis Somalia berada di dekat salah satu choke point strategis dalam dunia pelayaran. Tidak heran bila pasca serangan 11 September 2001, AS segera membentuk Joint Task Force Horn of Africa (JTF HOA) yang berkedudukan di Jibouti, negeri kecil tetangga Somalia yang berhadapan langsung dengan Teluk Aden.
Sejak itu pula Armada Kelima AS meningkatkan kehadirannya di perairan Somalia dan sekitarnya. Terkait dengan meningkatnya ancaman pembajakan di sana, menurut hemat penulis, masalahnya bukan terletak pada ketidakmampuan Armada Kelima, tetapi pada komitmen politik AS sendiri. Negeri itu masih mempunyai trauma terhadap Somalia, karena pasukan kebanggaannya yaitu U.S. Delta Force, Rangers dan U.S. Navy Seals babak belur di tangan milisi Farah Aidid dalam Pertempuran Mogadishu, 3-4 Oktober 1993. Penyelesaian masalah pembajakan di Somalia harus menyentuh pada akar masalah yaitu instabilitas di daratan Somalia.

Indonesia, Selat Malaka
AS terkesan melakukan pembiaran terhadap isu keamanan maritim di perairan Somalia, meskipun sudah ada resolusi DK PBB yang justru disponsori olehnya. Keuntungan politik yang didapat AS adalah mereka mempunyai alasan kuat untuk mempertahankan militernya di Afrika Timur. Perlu diketahui bahwa sejak 1 Oktober 2007, AS telah membentuk Komando Afrika AS (U.S. Africa Command) yang wilayah tanggung jawabnya meliputi seluruh benua Afrika, kecuali Mesir.Isu keamanan di Afrika Timur mempunyai keterkaitan dengan isu keamanan di tanah Arab. Dari aspek bisnis, kehadiran Blacwater Inc tidak dapat dilepaskan dari situasi di Afghanistan dan Irak. Perusahaan ini banyak menumpahkan darah masyarakat sipil di kedua wilayah, sehingga kehadiran mereka menyulitkan pemerintah AS sendiri dalam bekerjasama dengan pemerintahan di kedua negara. Kekacauan di perairan Somalia merupakan kesempatan emas bagi Blackwater Inc untuk mencari lahan konflik baru, meskipun keduanya masih terus bercokol di Afghanistan dan Irak. Bisa dibayangkan berapa juta dolar keuntungan yang akan mereka raih dengan mengawal kapal-kapal niaga yang lewat Teluk Aden dan secara hukum mereka sepertinya kebal terhadap tuntutan pengadilan mana pun. Unsur bisnis juga menghinggapi kegiatan pembajakan yang dilaksanakan oleh para aktor non negara di Somalia. Bila tebusan untuk satu kapal niaga saja nilainya jutaan dolar, berapa keuntungan yang mereka raih dalam setahun. Sementara masalah pembajakan di Somalia sudah berlangsung bertahun-tahun dan penyelesaiannya selalu melalui tebusan. Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dari bisnis pembajakan? Apakah hanya terbatas pada orang-orang Somalia ataukah ada keterlibatan pihak lain di luar Somalia? Apakah aspek bisnis ini mempunyai keterkaitan dengan aspek politik seperti yang telah diuraikan? Yang pasti, salah satu pihak yang diuntungkan adalah para pedagang senjata Preseden pembajakan di Somalia sangat mungkin terjadi di Indonesia, khususnya di Selat Malaka. Beberapa kasus perompakan dan pembajakan di perairan itu bermotif bisnis, artinya ada pihak dengan dukungan finansial kuat yang mendukung kegiatan para perompak dan pembajak. Indonesia tetap harus bekerja keras agar tak ada pihak yang memandang perairan itu dan tiga ALKI sebagai ladang bisnis keamanan maritim.

Penulis adalah analis kekuatan dan keamanan maritim.

0 komentar